Musik bukan hanya berpengaruh pada kecerdasaan anak tapi juga memiliki dampak psikologis. Bukan hanya musik klasik karya Mozart, namun stimulasi dari jenis-jenis musik lainnnya juga diperlukan.
Dibandingkan dengan anak seusianya, kemampuan rata-rata Nilam (6 bulan), anak dari Melati (30 tahun), terlihat jauh lebih baik. Ketika berusia dua bulan, Nilam sudah bisa tertawa terbahak-bahak. Bahkan, ketika umurnya menginjak empat bulan, Nilam sudah bisa bersalaman.
Ketika hamil, Melati pernah membaca artikel bahwa musik klasik karya Wolfgang Amadeus Mozart bisa membuat otak kanan janin dalam kandungan berkembang lebih baik. Paparan musik klasik itu, disebutkan dapat meningkatkan kemampuan afektif si anak, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan pengelolaan rasa, emosi, sikap, penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek.
Terpengaruh oleh artikel tersebut, Melati lalu berusaha untuk selalu mendengarkan musik klasik selama masa kehamilannnya. Untunglah, musik yang buat banyak orang terasa berat dan membosankan itu, bukanlah jenis musik yang asing ditelinganya, apalagi membosankan.
Mendengarkan musik klasik, mungkin juga banyak dilakukan wanita hamil. Musik klasik karya Mozart adalah pilihan yang paling banyak diambil. Beberapa penelitian diluar negeri menyatakan, pemberian stimulasi dengan terapi musik klasik paling efektif diterapkan sejak bayi masih dalam kandungan. Penelitian itu meyakini bahwa pada usia kandungan diatas 8 minggu, otak janin bayi mulai berfungsi, dan pendengaran merupakan panca indera paling sederhana yang sudah biasa dirangsang.
Dr.Kuei Pin Yeo, President Director Yayasan dan Sekolah Musik Jakarta, menuturkan bahwa peran musik memang sangat besar untuk merangsang perkembangan otak anak. “Efeknya dapat mempengaruhi kemampuan kognitif anak, yaitu kemampuan untuk mengenali atau menafsirkan lingkungannnya dalam bentuk bahasa, memori dan visual, “ jelasnya.
Menurutnya, musik klasik dianggap paling baik memberi rangsangan pendengaran janin dalam kandungan, karena irama musik klasik memiliki frekuensi yang bervariasi dengan mengeluarkan nada-nada yang indah. ”Musik klasik memiliki metode dan memiliki jenjang. Berbeda dengan musik lain, “ ungkapnya.
Yeo menambahkan musik juga bagus untuk mengelola emosional anak.”misal, jika didengarkan musik lembut maka anak akan tenang, kalau musik yang riang anak pun akan terlihat gembira,” jelasnya. Anak yang sejak dalam kandungan telah bisa diperdengarkan alunan musik biasanya dalam masa pertumbuhannnya nanti, anak itu dapat dengan mudah beradaptasi dan belajar musik.
Selain itu, menurut Yeo, efek dari musik, juga bisa dirasakan anak yang belajar alat musik. “ dengan belajar salah satu alat musik kemampuan motorik tangan anak akan terasah, ujar pemilik yayasan musik ini. Bahkan berdasarkan pemantauan Yeo terhadap anak didiknya, tidak ada anak didiknya yang memiliki nilai buruk disekolah. “Jarang sekali anak didik saya yang baik dalam bidang musik, tapi buruk dalam pelajaran sekolah. Yang ada nilai mereka baik dimusik juga disekolah,” ungkapnya.
Sedangkan psikilog dari Universitas Indonesia, Dra. Linda Primana, MSi, menuturkan bahwa musik bukan hanya berpengaruh pada kecerdasaan anak tapi memiliki dampak psikologis bagi yang mendengarnya. “Musik mampu meningkatkan pertumbuhan otak anak, karena musik merangsang pertumbuhan sel otak. Musik bisa membuat kita menjadi rileks dan riang, yang merupakan emosi positif. Emosi positif inilah yang membuat fungsi berfikir seseorang menjadi maksimal. Jangankan untuk anak, kita yang sudah dewasa saja bisa tenang saat mendengarkan, “ ujarnya.
Musik juga bermanfaat untuk mengurangi stress, depresi dan kecemasan. Musik juga baik untuk relaksasi, mengaktifkan tubuh, meningkatkan daya ingat dan kesedaran. “Contohnya, bila kita mendengarkan musik yang riang maka suasana hati kita juga akan riang.
Menurut Linda, pemberian stimulasi dengan terapi musik pada anak paling efektif diterapkan sejak anak dalam masa kandungan hingga anak mencapai usia 3 tahun. Karena selama periode ini otak anak mengalami pertumbuhan pesat. Pilihlah waktu yang sama setiap harinya dengan durasi sekitar 30 menit.
Sebaiknya lakukan saat janin atau anak terjaga agar Ia bisa menyimak rangsangan suara secara aktif. “Dengan begitu, daya ingatnya juga ikut terangsang dan bertambah kuat,” terang Linda. Terapi musik pada anak juga dapat mengurangi gangguan disleksia, autisme, serta gangguan psikologis lainnya.
Upaya memberikan rangsangan atau stimulasi pada otak anak, menurut Linda harus terus diberikan setelah anak lahir dan dalam masa pertumbuhan. Memberikan terapi musik yang berefek pada kecerdasan anak hanya salah satu faktor saja. “ketika anak lahir, jenis rangsangan yang diberikan tidak hanya suara, tapi lebih beragam lagi. Seperti rangsangan untuk mengenal warna dan benda-benda yang ada disekitarnya, yang efeknya sangat baik untuk melatih kecerdasan dan kepribadian anak,” paparnya.
Ketika anak berusia dua tahun, biasanya anak mulai banyak bertanya. Tidak sedikit orang tua yang menangggapi gempuran keingintahuan anak dengan memberikan jawaban singkat, bahkan berusaha menghentikan pertanyaan anak. Padahal justru pada masa itulah, seharusnya orang tua berusaha merangsang anak dengan obrolan yang bisa terus memancing obrolan yang bisa mendidik anak. “Ini juga tahap pembelajaran yang sangat baik untuk perkembangan otak anak,”ujarnya.
Linda pun berpendapat bahwa sebenarnya semua jenis musik dapat didengarkan oleh ibu hamil, karena yang terpenting musik yang didengarkan dapat menyenagkan hati si ibu, yang secara otomatis juga kepada anaknya. “ pada saat itu anak tidak mengangggap musik sebagai suatu irama, seperti kita mendengarkan musik, tapi hanya sebagai suatu getaran suara yang membuat ia lebih peka terhadap getaran tersebut,” ujarnya.
Hanya saja sejauh ini, lanjut Linda, penelitian yang ada baru mengungkapkan bahwa musik klasik adalah musik terbaik yang memiliki pengaruh pada kecerdasan anak. “Menurut saya, musik yang lain juga bisa mempengaruhi kecerdasan anak. Tapi sayangnya belum ada yang meneliti apakah musik pop, jazz atau tradisional memiliki pengaruh pada kecerdasan anak,” jelasnya. Pada intinya, berbagai getaran yang teratur dan enak didengar akan merangsang indera pendengaran anak dengan baik. “Hanya saja apakah anak yang tidak mendengarkan musik klasik, akan tidak sebaik anak yang didengarkan musik klasik? Sejauh ini belum diketahui pasti,” ungkapnya.
Menurut Linda, musik juga berfungsi sebagai terapi. “Oleh karena itu kalau orang tua mau memanfaatkan fungsi musik sebagai terapi dirumah, selain hasilnya akan sangat bagus bagi perkembangan anak, termasuk dalam hal konsentrasi, bisa juga membuat atmosfer rumah lebih bersemangat tapi semuanya tergantung dari musik yang dipasang,”tuturnya. Linda mengaku secara teratur memutar musik untuk didengar keluarganya setiap pagi dirumahnya.
“Berdasarkan hasil penelitian yang pernah saya baca, mendengarkan musik di pagi hari akan meningkatkan daya konsentrasi siapapun yang mendengarkan” jelasnya. Namun, Linda menyayangkan, di Indonesia khususnya, musik tidak banyak dilibatkan dalam kurikulum sekolah, bahkan kerap kali dipandang remeh.
Dr. Djohan Salim, seorang terapis musik, berpendapat, mitos memperdengarkan musik klasik khususnya Mozart pada anak sejak dini dapat meningkatkan kecerdasan, belum terbukti keabsahannnya. “Kemungkinan, psikolog Don Campbell yang pertama kali mendengung mitos ini hanya mengaitkan kecerdasan dengan kemampuan matematika. Karena pada musik barat, khususnya musik klasik, menggunakan spesial temporal yang merupakan bagian dari ilmu eksak,” ucapnya.
Djohan menambahkan, kalaupun ada penelitian yang membuktikan musik klasik dapat meningkatkan aktivitas saraf-saraf otak sangatlah bersifat individual. Kemungkinan anak-anak tersebut mengalami perasaan rileks saat mendengarkan musik klasik, namun ada pula yang tidak atau justru merasa stres. “Umumnya, jika suasana psikis seorang bayi, maka ia dapat menerima informasi dengan baik meski tidak mendengarkan musik klasik,” katanya.
Musik tidak diciptakan untuk menyengsarakan reseptornya, lanjut Djohan, penilaian serta fungsi aliran musik berpeluang pada pendengarannya .”Kita harus lebih kritis, mengapa musik klasik membuat anak pintar ?
Mengapa harus karya Mozart?
Bagimana dengan efek musik lain?
mengapa musik Indonesia tidak membuat anak pintar?
padahal lebih mudah dipahami?,” katanya.
Djohan juga mempertanyakan keistimewaan panjang frekuensi musik Mozart sehingga dapat menembus perut kulit ibu hamil hingga ke telinga janin. “Padahal, setiap musik memiliki elemen dasar yaitu pitch (frekuensi suara), tempo, timbre (warna suara), dan dinamika. Lalu apa yang membedakan musik Mozart dengan musik yang lainnya?” Djohan menambahkan.
Djohan menjelaskan, musik sebagai terapi adalah musik yang dipakai sebagai media untuk mempengaruhi psikologi manusia. Dan manusia adalah makhluk yang amat kompleks, sehinggga musik terapi seharusnya dibuat berdasarkan kebutuhan perindividu. “Selain itu, kita harusnya menyadari bahwa janin sudah memiliki musiknya sendiri saat didalam kandungan,“ katanya. Musik bagi janin itu, menurut pengajar Institut Seni Indonesia, Yogyakarta ini adalah detak jantung ibu yang terdengar oleh bayi.
Menurutnya, detak jantung memiliki keempat elemen dasar dari terciptanya suatu musik. Mulai dari pitch, tempo, timbre, hingga dinamika. “ Keempat elemen itulah yang kemudian terinternalisasi dalam diri janin. Dan selama ditujukan untuk terapi, maka harus dibuat berdasarkan kenyamanan individual. Itu artinya, bisa jadi elemen pembentuknya tidak sempurna. Hanya tiga atau dua, tapi selama itu bagian dari suara yang sudah terinternalisasi, maka musik sudah menjadi media terapeutik,” ujarnya.
Namun, Djohan sependapat bahwa musik, bermanfaat untuk menimbulkan relaksasi dan ketenangan pada seseorang, sehingga kondisi psikisnya menjadi lebih sehat. “Relaksasi disini bukan berarti hanya membuat seseorang tertidur dan istirahat. Tapi, lebih kepada bagaimana musik tersebut dapat secara langsung mempengaruhi aspek emosionalnya untuk kemudian mempengaruhi kenyamanan seseorang. Dan terciptalah psikofisik yang sempurna sehingga sistem pertahanan dan kekebalan tubuh dapat berfungsi secara maksimal,” tuturnya.
Untuk itu, musik sebagai terapi harus dilakukan berdasarkan prosedur pelaksanaan terapi. Hal pertama yang dilakukan menentukan diagnosis terhadap gangguan psikologi yang dihadapi, untuk kemudian menentukan target capain kenyamanan.
Setelah itu, memperkenalkan berbagi jenis musik untuk mencari jenis musik apa yang dapat menciptakan kondisi psikologis yang nyaman. “Makanya, pada awal terapi akan disediakan waktu lima sampai sepuluh menit untuk mengetahui jenis musik apa yang secara direct mempengaruhi psikologisnya,” jelas Djohan.
Pada dasarnya setiap orang memiliki memori dalam otaknya yang dapat mengasosiasikan satu jenis bunyi atau musik tertentu pada masa lampau yang menenangkannnya.
“Musik yang memiliki asosiasi baik pada memori yang menenangkan akan menaikan suhu tubuh, sehingga badannya akan hangat dan membuat orang tersebut memasuki relaksasi,” ujarnya. Jadi, lanjut Djohan musik yang dijadikan sebagai terapi bukanlah secara langsung menyembuhkan penyakit. Musik hanya dimanfaatkan sebagai suplemen dan penunjang proses penyembuhan penyakit. Maka, mulai saat ini pilihlah musik yang dapat menghangatkan tubuh anda untuk melakukan relaksasi murah meriah.
0 Comments:
Posting Komentar